A.
Pojok sebagai Jendela Pers
Pojok
adalah salah satu rubrik yang ditempatkan atau diletakkan pada sudut kanan atas
atau sudut kanan bawah, tetapi ada pula yang berposisi di bawah kiri atau
kanan. Pojok ditulis oleh implikator surat kabar senior. Pojok diberi nama
khusus, misalnya Rehat (Republika), Mang Usil (Kompas),
Mat Cawang (Sinar Harapan), Si Kabayan (Pikiran Rakyat)
dan sebagainya (Natawidjaya, 1986:126).
Menurut
Naomi (1996:287) pojok merupakan jendelanya sebuah penerbitan. Pojok memiliki
dua karakteristik, pertama, umumnya tidak punya kesan serius. Hal ini ditandai
dengan simbol nama penulisnya. Kedua, pojok bisa menjadi siapa saja di antara
kita. Pojok memiliki kesan sebagai suara pinggiran atau arus bawah sebuah Koran
sebab ruangnya yang kecil, kebiasaan guyonnya, dan tema-tema tidak penting yang
kadang diangkatnya. Bahkan di beberapa Koran ia benar-benar ―kaum pinggiran
karena diletakkan persis di tepi bawah halaman dan tidak ada satu orang pun
yang membeli koran hanya karena pojoknya –kecuali orang yang mempunyai tujuan
tertentu, misalnya penelitian. Menurut Makkah (1977:34) penamaan pojok
tampaknya disebabkan oleh penempatan rubrik ini di halaman surat kabar. Ruangan
yang diberikan untuknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang diberikan
pada tajuk rencana, berita ataupun artikel lainnya. Pojok dengan tokohnya,
seakan-akan seorang ―tukang gong‖ yang suka ―nyeletuk‖ dalam suatu pembicaraan
ramai. Ia ―nyeletuk dari sudut ruangan, memancing perhatian. Omongannya sering
nyelekit. Pojok berfungsi untuk menyentil sebuah peristiwa, kejadian atau
kebijakan yang dijalankan oleh orang-orang penting. Cara penyampaiannya dalam
bahasa humor, ulasan, tanggapan, dan kritikan.
B.
Pojok: Sebuah Bentuk Kritik Media Massa
Dalam
konteks kesejarahan pers Indonesia, pojok telah hadir menghiasi koran Indonesia
sejak zaman Belanda. Pojok merupakan khas pers Indonesia. Kehadiran rubrik ini
merupakan sarana untuk melakukan kritik. Pojok dalam posisi ini relatif lebih
aman dibandingkan rubrik-rubrik lain dalam sebuah koran. Pojok mencapai ―puncak
kejayaannya pada masa Orde Lama. Edward Smith menyebut pojok sebagai cerminan
liberalisme pers yang sempurna. Penyebutan itu lebih disebabkan oleh kebebasan
kritik yang disampaikan pojok. Bahkan pojok menjadi ―medan perang yang ampuh
antara berbagai kekuatan partai politik di masa Orde Lama. Pada tahun 1964
pernah terjadi ―perang pojok antara Merdeka, Suluh Indonesia, dan Bintang
Timur. Masing-masing berperang sesuai dengan aliansi politiknya. Pada awal
Orde Lama, pojok sempat diberangus karena berbagai kritik tajam yang
disampaikannya. Demikian pula pojok sering bernada mengadu domba dan menghantam
kelompok lain. Hal ini terjadi karena selama ini nyaris tidak ada aturan ―yang
baik dan sopan dalam penulisan pojok.